TIGA TINGKAT KEYAKINAN; KEBENARAN TIDAK MENYESATKAN


Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan ‘Ilmul Yaqin, niscaya kamu akan benar-benar melihat neraka jahanam, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘Ainul Yaqin, kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang dirasakan sendiri/Haqqul Yaqin)” [At Takaatsur 102: 5-8]

Dewasa ini rasanya sudah menjadi kewajaran ketika ada yang mengatakan orang lain salah, orang lain sesat, orang lain kafir, atau siapapun dianggap salah, entah berdasar kebenaran objektif atau asumsi pribadi yang diskrimatif. Pandangan ini menjadi sangat lumrah, manakala kebiasaan ini sudah menjadi konsumsi semua kalangan dengan mengabaikan keluhuran akal dan keluasan ilmunya. Mestinya sebagai manusia yang diberikan anugerah istimewa berupa akal, tidak terjerumus kedalam jurang syak wasangka yang menenggelamkan derajat kemanusiaannya. Marilah kita mulai menilai suatu kebenaran berdasar realita keyakinan yang telah diajarkan oleh Allah SWT. Menurut ayat diatas keyakinan akan suatu kebenaran dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu;

  1. Ilmul Yaqin; Keyakinan akan suatu kebenaran berdasarkan ilmu, yaitu mengetahui suatu kebenaran dengan cara mempelajari ilmu yang sudah ada mengenai pengetahuan tentang hal tersebut. Misal ingin mengetahui tentang api, bisa kita tahu berdasar ilmu pengetahuan yang mengajarkannya. Bagaimana ciri-cirinya, seperti rasanya panas, warnanya kuning kemerahan, bentuknya menjilat seperti lidah, menghasilkan asap dan seterusnya. Dari sini bisa kita gambarkan bentuk api sebagaimana ilmu pengetahuan yang sudah dipaparkan diatas. ‘Ilmul Yaqin bisa dijadikan sebagai salah satu dasar pembenar suatu fakta yang objektif dalam taraf yang paling rendah. Tetapi walaupun ilmu didapat berdasarkan fakta kebenaran, adakalanya dalam penyampaian ilmu tidak tersampaikan secara sempurna, entah karena kelemahan pembawa ilmu atau si penerima ilmu. Dengan demikian ‘Ilmu Yaqin belum tentu menghasilkan kebenaran yang objektif.

  1. Ainul Yaqin; Keyakinan akan suatu kebenaran berdasarkan penyaksian, yaitu mengetahui suatu kebenaran dengan cara melihat langsung fakta yang ada. Misal ingin mengetahui tentang api, bisa kita tahu dengan melihat langsung keberadaan api dan mengetahui kebenaran faktanya. Ainul Yaqin menjadi dasar pembenar yang lebih objektif atas fakta suatu kebenaran. Karena orang bisa mengetahui fakta suatu kebenaran berdasar mata kepalanya sendiri atau melihat langsung. Tetapi kelemahan tetap masih ada, jika penglihatan kita tidak sempurna atau ada penghalang, maka pandangan kita menjadi terganggu, sehingga benda yang kita lihat menjadi samar atau tidak sesuai dengan bentuk aslinya. Misalkan kita melihat gajah, tetapi karena terhalang kabut atau karena mata kita ada katarak, mungkin kita bisa menyimpulkan apa yang kita lihat itu bukit. Dengan demikian ‘Ainul Yakin juga belum tentu menghasilkan kebenaran objektif.

  1. Haqqul Yaqin; Keyakinan akan suatu kebenaran berdasarkan pengalaman, yaitu mengetahui suatu kebenaran dengan cara mengalaminya langsung. Misalkan ingin mengetahui tentang api, bisa kita tahu dengan memasukkan badan kita dalam api, sehingga bisa merasakan langsung panasnya api. Haqqul Yaqin menjadi dasar pembenar yang paling objektif atas fakta suatu kebenaran. Karena orang bisa mengetahui fakta suatu kebenaran berdasar pengalaman yang dialami sendiri, sehingga sulit terbantahkan kebenarannya.

Dari ketiga tingkat keyakinan atas suatu kebenaran diatas, semuanya tetap kita perlukan untuk mendapatkan fakta suatu kebenaran. Hanya saja ketika kita memanfaatkan ‘Ilmul Yaqin untuk mendapatkan fakta suatu kebenaran diperlukan kebersihan hati, pikiran dan jiwa. Dimana hati, pikiran dan jiwa kita tidak bersih, maka ilmu yang kita dapatkan bisa terkontaminasi, sehingga faktanya menjadi tersamarkan bahkan berubah. Laksana gelas kotor jika diisi air bersih, maka air yang bersih menjadi kotor didalam gelas. Dimasa sekarang sering kita lihat di negara kita yang kita cintai ini terjadi kesalahpahaman yang mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit, bahkan penderitaan yang tak kunjung reda dirasakan atas suatu kelompok minoritas, karena mendapat justifikasi salah bahkan dianggap kafir atau sesat hanya karena informasi yang didapat tidak sesuai faktanya. Atau karena suatu kepentingan atau keterbatasan ilmu, bahkan mungkin karena kedengkian, menyebabkan penyampai kebenaran memelintirkan fakta menjadi sebuah fitnah. Seperti pipa pralon yang mengalirkan air dari sumber air bersih, jika pralonnya bersih, maka air yang sampai kerumah juga bersih. Tetapi sebaliknya jika pralonnya kotor, air bersih yang dialirkan ke rumah kita menjadi kotor. Tentu hal ini sangat berbahaya bagi kelangsungan kehidupan kebangsaan yang berlandaskan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Maka perlulah kita berusaha mendapatkan fakta suatu kebenaran dari sumbernya langsung, sehingga tidak timbul kesalahan, syak wasangka dan fitnah.

Demikian juga ketika ‘Ainul Yaqin kita gunakan untuk mendapatkan fakta kebenaran, perlulah membuka mata lebar-lebar, singgkirkan segala hal yang dapat menghalangi pandangan kita. Apalagi jika yang kita cari adalah kebenaran rohani, maka mata hati juga harus bersih dan suci sehingga fakta kebenaran menjadi terang benderang dimata kita.

Haqqul Yakin menjadi media yang paling meyakinkan atas fakta suatu kebenaran. Adakalanya ketika ‘Ilmul Yaqin dan ‘Ainul Yaqin belum memenuhi hasrat kita atas fakta suatu kebenaran, perlulah kita merasakan langsung dengan pengalaman yang bisa membukaan fakta sebenar-benarnya. Kita tentu akan lebih yakin ketika kita mencicipi manisnya gula dengan lidah, dari pada sekedar mengetahui cerita bahwa gula itu manis atau hanya sekedar melihat bentuk gula yang tidak akan membuktikan bahwa gula itu manis.

Allah SWT berfirman dalam Q.S Al Khfi 18:29, “Dan katakanlah: Kebenaran itu datangnya dari Tuhan mu, maka barang siapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa ingin (kafir) biarlah ia kafir…”. Pada hakikatnya kebenaran memang hanya milik Allah swt semata, tetapi manusia sebagai makhluk ciptaan Nya memiliki keistimewaan dikaruniai akal untuk berpikir, dapat digunakan mendapat fakta suatu kebenaran yang paling objektif melalui ‘Ilmul Yaqin, ‘Ainul Yaqin dan Haqqul Yaqin.

Semoga manusia semakin pandai dengan akalnya, semakin jujur dengan pendapatnya, dan semakin bijak dengan sikapnya. Tidak ada lagi manusia yang merasa dirinya sebagai “tuhan”, yang memiliki otoritas menentukan kebenaran mutlak, yang sejatinya hanya hak prerogratif Allah SWT.

Hampir tiap hari kita menyaksikan sendiri bagaimana sandiwara pengadilan dunia di negeri kita, kejujuran menjadi barang yang sangat sulit ditemukan. Orang benar menjadi salah karena kebenarannya dan orang salah menjadi benar karena kesalahannya. Seorang hakim bisa menjadi terdakwa karena dakwaannya, seorang jaksa bisa dituntut karena tuntutannya, bahkan ada terdakwa tidak perlu menjalani hukuman, cukup diwakilkan orang yang mau menggantikannya ditahanan.

Saat ini bencana bertubi-tubi menerpa negeri ini, tetapi sedikit yang introspeksi diri. Mungkinkan ini bentuk kemarahan Tuhan, karena manusia telah begitu berani menjadi “tuhan” sang penentu kebenaran? Wallahu alam. Semoga kita terhindar dari keangkuhan menjadi “tuhan”, dan senantiasa ingat akan peringatan Rosulullah SAW dengan sabdanya: “Tiada seorang pria (wanita termasuk di dalamnya) mencaci maki kepada pria lain, dengan ucapan fasik atau kafir, kecuali ucapannya membalik pada diri pribadinya, apabila tidak sesuai dengan kenyataannya” [H.R Bukhari]

Pustaka:
  1. Al Quran dan Terjemahnya, DEPAG RI
  2. Al Quran dengan Terjemahan dan Tafsir Singkat, Yayasan Wisma Damai
  3. Filsafat Ajaran Islam, Hazrat Mirza Ghulam Ahmad
  4. Tarjamah Riadhus Shalihin, Penerbit Mahkota Surabaya
Tag : Ibadah
6 Komentar untuk "TIGA TINGKAT KEYAKINAN; KEBENARAN TIDAK MENYESATKAN"

Bencana yang ada mungkin benar suatu teguran dari sang Pencipta karena sekarang ini yang salah sudah mulai disamarkan menjadi benar atau sebaliknya yang benar disamarkan menjadi salah hanya karena tidak sejalan dengan mereka

ikutan ach....
hhe hhe,saya kurang ngerti masalah kaya gini..
maksih

Setuju nih..!!
dalem banget makna artikel ini.. semoga bisa membuka pikiran aku juga nih.,.
salam Blogger

thanks buat shbt semua atas komentarnya, smga brmnfaat........

pemhetahuan yang sangat tinggi sobat, saya yakin sobat kita ini pernah mengikuti kuliah ma'rifat, hingga samudra bahkan sampaui yg terdalam yg namanya Mutiara ma'rifat......

Postingan Ilmu Tasyauf yang memberikan manfaat untuk kita pelajari.....
terima kasih sahabat ....

@Penyuluh Perikanan: hanya sebatas yg saya pahami sob, smga brmanfaat, thanks shbt :)

Komentar anda tidak dimoderasi dan verifikasi, Terimakasih atas komentarnya yg sangat berharga dan bijak, semoga bermanfaat

Back To Top