Mengenal Ahmadiyah


Mengenal Ahmadiyah Secara Sembunyi-sembunyi

 
OPINI

Mengenal Ahmadiyah Secara Sembunyi-sembunyi
Oleh : Hans Wijaya | 24-Aug-2010, 04:26:19 WIB
KabarIndonesia. Sabtu malam minggu lalu (21/8) selepas buka puasa bersama rekan lama di masjid Al Husna.  Seorang kawan mengajak saya taraweh di masjid Nurrudin di Kebon Bawang, tidak jauh dari tempat kita nongkrong. Entah kenapa, saya ingat nama masjid itu. Jangan-jangan masjid Ahmadiyah yang lagi ramai dibicarakan . . . agh mudah-mudahan iya, sembari mau tahu seperti apa sih suasananya.


Tiba di pelataran masjid, banyak jamaah yang sudah siap-siap menyambut adzan Isya. Memasuki pedalaman masjid, saya lihat suasananya hening, jama'ah kebanyakan asyik wirid, dzikir atau baca Al Qur'an. Bergegas saya menuju tempat wudhu. Tak berselang, shalat Isya pun berlangsung. Jujur saja, selama shalat itu, saya tidak bisa khusu'. Otak saya berputar mengingat semua yang dibaca oleh imam. Dari awal sampai salam, semua sama. Di mana bedanya. Waktu adzan pun juga sama bacaannya.

Sebelum taraweh, ada ceramah sedikit. Isinya lumayan bagus, mengupas bagaimana dan seperti apa itu dosa. Menurut sang kyai, -saya lupa namanya- jika sebuah noda muncul di wajah, secara harfiah, kita akan risau, jangan-jangan noda itu akan semakin banyak dan membesar. Bahkan bisa jadi akan membekas yang tentunya akan mengurangi keindahan wajah.

Demikian halnya juga dengan dosa yang merupakan sebuah titik hitam di hati. Bila dosa kecil terus menumpuk, dia akan menjadi besar, efeknya, hati kita akan menjadi hitam. Jangan sampai noda kecil akan berubah menjadi hitam menutupi hati dan wajah kita.

Penceramah juga mengutip beberapa kitab buah karya ulama-ulama besar yang selama ini dipelajari banyak kalangan. Sebut saja kitab Riyyadusshalihien atau Musyafakatul' Qullub karya Imam Al Ghazali dan beberapa kitab lainnya. Tak lupa, beberapa karya Imam Bukhori dalam kitab Al-Musnad Al Kabir, Khalq af al-I'bat dan Raf'al Yadyn fi Al-Shalah menjadi rujukan tema ceramahnya.

Saya cukup tertegun dengan isi siraman rohani sang ustadz. Kembali otak saya berfikir mencari-cari dimana letak perbedaannya dengan jama'ah Islam lainnya. Kata orang, Ahmadiyah itu golongan yang menyimpang, tapi faktanya, semua yang saya dengar berbeda jauh. Apa yang menjadi isi ceramah sang ustadz, bagi saya, tidak menyimpang bahkan saya cukup tertarik dengan kajian-kajiannya.

Saat shalat taraweh berlangsung, lagi-lagi saya tidak khusu' menjalankannya. Telinga saya pasang lebar-lebar mengingat semua bacaan Al Qur'an sang imam taraweh. Sedikit pun saya tidak menemui perbedaan dengan Al Qur'an yang sering saya baca. Uniknya, pelaksanaan shalat taraweh jama'ah Ahmadiyah sama dengan jama'ah Muhammadiyah, 11 raka'at dengan witir dua raka'at dan witir satu raka'at. Lha katanya beda?

Selesai taraweh, saya melihat ada beberapa orang yang melanjutkannya dengan wiridan. Diam-diam saya duduk di belakang jama'ah itu, saya tajamkan pendengaran, agh sama saja dengan wiridan yang saya suka jalanin. Penasaran, beranikan diri saya ngobrol dengan jama'ah itu. Saya tanya dia, wiridan macam apa yang dia baca. Dia jawab, Allahu Akbar, Subhannallah, Yaa Muhammad dan Laaillahaillallah.

Masih penasaran, saya ambil Al Qur'an yang ada di masjid itu, saya baca Surah Al-Baqarah sampai ayat 65. Saya buka lagi surah langganan, Yaasin, saya lahap surah itu sampai habis. Masih penasaran, saya cari surah-surah pendek, saya baca dan tentunya saya teliti semua huruf-hurufnya, lagi-lagi saya harus berkata, tidak berbeda dengan Al Qur'an yang selama ini saya baca dan pelajari.

Keluar dari masjid Nurrudin, saya bertanya kepada kawan saya, dimana letak sesatnya Ahmadiyah, karena yang saya lihat,  rasakan dan pelajari dalam tataran yang mudah, tidak ada yang berbeda dengan apa yang selama ini saya pelajari dari guru agama. Kawan pun menggeleng, tak mengerti tentang tuduhan yang selama ini dialamatkan kepada mereka.

Tidak sampai di situ, saya mencoba mengontak beberapa kyai yang selama ini saya kenal. Saya mendapati sebuah fakta, ternyata kalangan Ahmadiyah sangat mengenal dan menjalani ritual yang selama ini dianut kaum Nahdlhiiyin, yaitu ziarah ke makam para kyai dan wali-wali Allah. Sebuah sumber bilang ke saya, bulan Maret  2008 lalu, banyak jama'at Ahmadiyah yang melakukan ziarah ke makam Hadratus Syech Hasyim As'ari dan KH. Wahid Hasyim di pondok pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Bahkan, makam para Wali Songo sudah sering mereka datangi.

Secara tataran makro yang saya lihat, Ahmadiyah tidak ubahnya dengan kebanyakan kelompok Islam lainnya. Lantas kenapa mereka dikatakan sebagai golongan sesat?

Saya heran, kenapa kita sesama manusia dengan mudahnya mencap seseorang atau kelompok dengan kata-kata kafir, musyrik, dosa dan lain sebagainya. Golongan yang selalu berteriak bahwa merekalah yang paling benar, tentunya patut kita pertanyakan, sejauh mana kebenaran itu. Bukankah kebenaran itu datangnya dari dalam diri sendiri, tidak mengikuti kehendak orang lain?

Bukankah kebenaran yang ada dalam diri manusia, merupakan sebuah kebenaran semu. Kebenaran yang hakiki hanya milik Allah. Islam adalah agama Rahmatan Lill'alamien dan itu tidak bisa dibantah. Islam juga merupakan agama yang lembut, tapi kelembutan Islam tidak menghilangkan ketegasannya. Lihatlah bagaimana Rasulullah SAW bersabda -kurang lebih isinya seperti ini-  "Apabila ternyata Fatimah terbukti mencuri, maka Aku sendiri yang akan memotong tangannya." Bagi saya, hal itu merupakan sebuah ketegasan Rasulullah SAW dalam mengaplikasikan ajaran Islam.

Sejarah juga mencatat, bagaimana kelembutan hati Rasulullah  SAW dalam menghadapi musuh-musuh Beliau. Tidak tercermin sedikit pun di hati dan tubuh Beliau tindak kekerasan. Beliau mengajarkan kepada kita umatnya ahlaq mulia, lembut dan tidak mengedepankan kekerasan. Lantas mengapa dengan jargon penegakkan syariat Islam, ada kelompok yang mengaplikasikannya dengan tindakan anarkis? Apakah mereka benar-benar telah mempelajari Islam secara kaffa dan mengaplikasikannya dengan benar?

Kebenaran saat ini menjadi milik sebuah kelompok saja. Anehnya, kelompok-kelompok itu memonopoli hak-Nya Allah dalam menentukan hamba-Nya bertaqwa atau tidak. Surga dan neraka seolah-olah dikuasai oleh mereka. Lucu, padahal persolan itu mutlak hak prerogatuf Allah, bukan manusia!

Bukankah Islam lebih mengedepankan cara-cara yang santun dalam menyelesaikan sebuah masalah. Kalau memang sebuah kelompok salah dan menyimpang, kan bisa diajak berdialog dulu, tidak serta-merta diambil tindak kekerasan.

Otak saya tiba-tiba ingat sebuah perkataan dari seorang sufi besar, Rabbiah Al Addawiyyah, dia berkata:
"Ya Allah, apabila imanku, taqwaku, ibadahku, sujudku hanya karena ingin mendapat surga-Mu, maka campakkan aku dari surga.....
Ya Allah, apabila imanku, taqwaku, ibadahku, sujudku, hanya karena takut dengan neraka-Mu, maka masukkan aku dalam neraka yang paling dalam....
Tetapi Ya Allah, apabila imanku, taqwaku, ibadahku, sujudku, hanya karena ingin mendapatkan Ridho-Mu, maka jangan Kau palingkan keindahan Dzat-Mu di akhirat nanti.....
"

Saya hanyalah manusia bodoh yang tidak paham tentang ilmu agama secara mendalam. Pola pikir yang ada hanya sebatas pada tataran rendah. Apa yang saya lihat dan rasakan, itulah yang ada di pikiran saya. (*)

Penulis adalah Ketua Umum Forum PaKAr.
sumber: kabarindonesia.com
5 Komentar untuk "Mengenal Ahmadiyah"

kalo yg beginian,,ane tak mengerti juga,,biar org2 yg mengerti untuk membahasnya,,hihihihi... :)... nice share sobat,happy blogging :P

Assalamualaikum,

Salam kenal mas, saya sangat kagum dengan blognya, sangat lengkap dan dinamis. Mungkin saya sudah kenal atau jumpa dengan tuan dalam berbagai event,
bisa saya minta alamat emailnya? alamat email saya husban05@yahoo.com

wassalam,
Fadhal Husban-Bogor

@ tn. Fadhal Husban; wslmkum, jzkumullah, email saya kirim langsung ke email tn.

Komentar anda tidak dimoderasi dan verifikasi, Terimakasih atas komentarnya yg sangat berharga dan bijak, semoga bermanfaat

Back To Top