Tempat ini bisa dikunjungi untuk wisata ziarah, disini terdapat makam dan masjid kuno, termasuk peninggalan purbakala. Makam dan Masjid terletak dalam satu lokasi bersebelahan. Situs Makam dan masjid ini masih didalam kota madiun, tepatnya di kecamatan Taman, sehingga sangat mudah untuk dijangkau. Info sejarahnya bisa dibaca dibawah ini dari wikipedia
Dalam sejarahnya, Masjid Donopuro didirikan di tanah perdikan dari Kerajaan Mataram yang diberikan kepada Kanjeng Pangeran Ronggo Prawirodirjo I yang saat itu menjabat Bupati Wedono Timur (Monco Negari Timur) Kerajaan Mataram Bagian Timur Gunung Lawu.
Selanjutnya, tanah perdikan dengan otonomi khusus itu diserahkan kepada Kanjeng Raden Ngabehi Kiai Ageng Misbach yang saat itu menjadi penasihat Kanjeng Pengeran Ronggo Prawirodirjo I.
“Memang tak banyak yang mengetahui dulu nama asli Masjid Besar Kuno Madiun ini Masjid Donopuro. Hal itu sesuai dengan julukan pendirinya, yakni Kiai Ageng Misbcah yang memiliki sebutan Kiai Donopuro,” terang, Raden Mas Suko Pramono, keturunan ketujuh Kanjeng Pengeran Ronggo Prawirodirjo I ini kepada Surya, Kamis (3/9).
Baru setelah masjid kuno yang dikelilingi makam para mantan bupati Madiun ini masuk dalam daftar peninggalan cagar budaya tahun 1981 silam, maka namanya pun diganti menjadi Masjid Besar Kuno Madiun. Menurut Mas Suko Pramono, melalui masjid kuno yang beratap joglo dengan tiga pintu masuk utama inilah syiar agama Islam di wilayah Karesidenan Madiun terjadi.
Lelaki yang akrab dipanggil Raden Suko ini menyebutkan sejumlah tradisi ke-Islaman yang saat itu menjadi sarana syiar agama di antaranya perayaan 1 Muharam yang diwarnai dengan pembacaan Al Qur’an serta sajian makanan jenang sengkolo, nasi liwet, sayur bening, dan lauk-pauk tradisional seperti tahu dan tempe.
Dijelaskan, sayur bening yang disajikan pada malam 1 Muharam memiliki arti kebeningan jiwa. Sedangkan nasi liwet berarti kebeningan atau kejernihan jiwa itu diharapkan dapat mengental di hati.
Jenang sengkolo memiliki arti adanya harapan agar dijauhkan dari musibah. Sedangkan lauk tahu tempe mewakili makanan khas yang digemari rakyat kebanyakan.
Selain menyajikan aneka makanan tersebut bagi jemaah dan warga sekitar, masjid juga menggelar seni Gembrung, berupa senandung sholawat yang diiringi alat musik sejenis jidor dan lesung (alat untuk menumbuk padi).
“Namun sekarang seni itu sudah hampir musnah dan tak pernah diadakan lagi. Yang masih tersisa adalah Grebeg Bucengan (tumpengan) saat peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW,” ungkap lelaki berusia 44 tahun ini.
Tak Direnovasi Raden Suko menjelaskan, sampai saat ini masjid kuno tersebut tidak pernah direnovasi sama sekali, kecuali hanya penambahan kanopi jika jemaah membeludak.
Dikatakan, baik bangunan dalam masjid maupun pendopo joglo masjid merupakan bangunan utama masjid kuno tersebut.
Di komplek masjid ini terdapat makam para mantan bupati Madiun, mulai dari Kanjeng Pangeran Ronggo Prawirodirjo I dan penasihatnya Kiai Ageng Misbach, hingga sejumlah bupati Madiun penerusnya. Asmunadi, 47, warga Kelurahan/Kecamatan Taman, Kota Madiun, mengaku tak pernah tahu kalau masjid tersebut memiliki nama asli Masjid Donopuro.
“Sudah bertahun-tahun saya menjadi jemaah di sini, saya tidak tahu kalau nama asli masjid ini Masjid Donopuro. Umumnya warga menyebut Masjid Kuno Taman atau Masjid Kuno Madiun,” kata Asmunadi sebelum mengikuti berbuka bersama di masjid tersebut.
Bagian dalam masjid
Langit-langit Masjid nampak ukiran kayu jati
Makam nampak dari jendala samping Masjid
Facebook MASJID & MAKAM KUNO TAMAN MADIUN
Website MASJID & MAKAM KUNO TAMAN MADIUN
Makam & Masjid Kuno Taman
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Masjid yang bangunan utamanya terbuat dari kayu jati dengan ukuran cukup besar yang ada di Kelurahan/Kecamatan Taman, Kota Madiun dikenal para jemaah dan pengunjung sebagai Masjid Besar Kuno Madiun. Jarang yang mengetahui jika masjid yang dibangun oleh Kiai Ageng Misbach tahun 1754 itu semula bernama Masjid Donopuro.Dalam sejarahnya, Masjid Donopuro didirikan di tanah perdikan dari Kerajaan Mataram yang diberikan kepada Kanjeng Pangeran Ronggo Prawirodirjo I yang saat itu menjabat Bupati Wedono Timur (Monco Negari Timur) Kerajaan Mataram Bagian Timur Gunung Lawu.
Selanjutnya, tanah perdikan dengan otonomi khusus itu diserahkan kepada Kanjeng Raden Ngabehi Kiai Ageng Misbach yang saat itu menjadi penasihat Kanjeng Pengeran Ronggo Prawirodirjo I.
“Memang tak banyak yang mengetahui dulu nama asli Masjid Besar Kuno Madiun ini Masjid Donopuro. Hal itu sesuai dengan julukan pendirinya, yakni Kiai Ageng Misbcah yang memiliki sebutan Kiai Donopuro,” terang, Raden Mas Suko Pramono, keturunan ketujuh Kanjeng Pengeran Ronggo Prawirodirjo I ini kepada Surya, Kamis (3/9).
Baru setelah masjid kuno yang dikelilingi makam para mantan bupati Madiun ini masuk dalam daftar peninggalan cagar budaya tahun 1981 silam, maka namanya pun diganti menjadi Masjid Besar Kuno Madiun. Menurut Mas Suko Pramono, melalui masjid kuno yang beratap joglo dengan tiga pintu masuk utama inilah syiar agama Islam di wilayah Karesidenan Madiun terjadi.
Lelaki yang akrab dipanggil Raden Suko ini menyebutkan sejumlah tradisi ke-Islaman yang saat itu menjadi sarana syiar agama di antaranya perayaan 1 Muharam yang diwarnai dengan pembacaan Al Qur’an serta sajian makanan jenang sengkolo, nasi liwet, sayur bening, dan lauk-pauk tradisional seperti tahu dan tempe.
Dijelaskan, sayur bening yang disajikan pada malam 1 Muharam memiliki arti kebeningan jiwa. Sedangkan nasi liwet berarti kebeningan atau kejernihan jiwa itu diharapkan dapat mengental di hati.
Jenang sengkolo memiliki arti adanya harapan agar dijauhkan dari musibah. Sedangkan lauk tahu tempe mewakili makanan khas yang digemari rakyat kebanyakan.
Selain menyajikan aneka makanan tersebut bagi jemaah dan warga sekitar, masjid juga menggelar seni Gembrung, berupa senandung sholawat yang diiringi alat musik sejenis jidor dan lesung (alat untuk menumbuk padi).
“Namun sekarang seni itu sudah hampir musnah dan tak pernah diadakan lagi. Yang masih tersisa adalah Grebeg Bucengan (tumpengan) saat peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW,” ungkap lelaki berusia 44 tahun ini.
Tak Direnovasi Raden Suko menjelaskan, sampai saat ini masjid kuno tersebut tidak pernah direnovasi sama sekali, kecuali hanya penambahan kanopi jika jemaah membeludak.
Dikatakan, baik bangunan dalam masjid maupun pendopo joglo masjid merupakan bangunan utama masjid kuno tersebut.
Di komplek masjid ini terdapat makam para mantan bupati Madiun, mulai dari Kanjeng Pangeran Ronggo Prawirodirjo I dan penasihatnya Kiai Ageng Misbach, hingga sejumlah bupati Madiun penerusnya. Asmunadi, 47, warga Kelurahan/Kecamatan Taman, Kota Madiun, mengaku tak pernah tahu kalau masjid tersebut memiliki nama asli Masjid Donopuro.
“Sudah bertahun-tahun saya menjadi jemaah di sini, saya tidak tahu kalau nama asli masjid ini Masjid Donopuro. Umumnya warga menyebut Masjid Kuno Taman atau Masjid Kuno Madiun,” kata Asmunadi sebelum mengikuti berbuka bersama di masjid tersebut.
Bagian dalam masjid
Langit-langit Masjid nampak ukiran kayu jati
Makam nampak dari jendala samping Masjid
Facebook MASJID & MAKAM KUNO TAMAN MADIUN
Website MASJID & MAKAM KUNO TAMAN MADIUN
Tag :
Wisata Jawa Timur
12 Komentar untuk "WISATA MADIUN; MAKAM & MASJID KUNO TAMAN"
di masdjid inilah dulu (era 60 - 70 an) saya sholat dan di sarean (makam)di belakang masdjid saya sering main dan tiduran di paseban depan makan eyang ronggo aku tidur-tiduran. rumah saya di kidul wetan sarean (makam). 30 tahun saya tinggalkan madiun.___thanhendro@yahoo.com _ radja2raja@gmail.com
dah lama banget tuh, pasti kengen...kenangan yg tak terlupa..
mas.. saya mau minta izin share ya mas.. tenang saja sumbernya tdk akan saya ilangin kok. TERIMA KASIH SEBELUMNYA.
@mariyanto widodo: silahkan mas, thanks knjungannya
kangen pulkam trs jum'atan dimasjid ini
senang membaca tulisan anda di blog ini , semoga kalau ada kesempatan bisa napak tilas ke makam leluhur saya di sana , saya keturunan Raden Ronggo Prawirodirjo II dari Eyang Kriyowongso Mbegal
Pernah sekali Sholat disana. Depan masjid (dibalik mighrab) ada perkuburan tanpa ada jeda/ batas apapun, hanya tembok. Sewaktu Tarawih sangat ramai makmum sampai di luar. Disana Tarawih 11 rakaat hanya -+ 30menit (termasuk ceramah). Cocok bagi jama'ah yg terburu-buru ingin segera selesai. 14 Ramadhan 1438H
WIngi riyoyo mudik ra kang...? salam soko cah Uteran...Madiun Selatan
pengen nyoba maen kesana Wisata,,seru banget kelihatannya
kalau ke jogja jangan lupa kunjungi kami Rental Mobil Jogja
bagus tempatnya buat ziarah brg kelompok ngaji
Grebeg Bucengan apakah msh ada?
Komentar anda tidak dimoderasi dan verifikasi, Terimakasih atas komentarnya yg sangat berharga dan bijak, semoga bermanfaat